1. Mengupayakan perdamaian di luar pengadilan oleh pelaku tindak pidana (keluarganya) terhadap korban tindak pidana (keluarganya)
2. Memberikan kesempatan kepada pelaku tindak pidana (keluarganya) untuk bertanggung jawab menebus kesalahannya dengan cara mengganti kerugian akibat tindak pidana yang dilakukannya
3. Menyelesaikan permasalahan hukum pidana yang terjadi diantara pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana tersebut apabila tercapai persetujuan dan kesepakatan diantara para pihak.
Upaya penyelesaian masalah di luar pengadilan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana (keluarganya) dan korban tindak pidana (keluarganya) nantinya diharapkan menjadi dasar pertimbangan dalam proses pemeriksaan pelaku tindak pidana di pengadilan dalam penjatuhan sanksi pidananya oleh hakim/majelis hakim. Sehingga dapat diartikan bahwa Restorative Justice adalah suatu rangkaian proses penyelesaian masalah pidana di luar pengadilan yang bertujuan untuk me-restore (memulihkan kembali) hubungan para pihak dan kerugian yang diderita oleh korban kejahatan dan diharapkan dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi majelis hakim pengadilan pidana dalam memperingan sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana tersebut. Restorative.Justice dalam ilmu hukum pidana harus bertujuan untuk memulihkan kembali keadaan seperti sebelum terjadi kejahatan. Ketika ada orang yang melakukan pelanggaran hukum maka keadaan akan menjadi berubah. Maka disitulah peran hukum untuk melindungi hak-hak setiap korban kejahatan. Di dalam proses peradilan pidana konvensional dikenal adanya restitusi atau ganti rugi terhadap korban, sedangkan restorasi memiliki makna yang lebih luas. Restorasi meliputi pemulihan hubungan antara pihak korban dan pelaku. Pemulihan hubungan ini bisa didasarkan atas kesepakatan bersama antara korban dan pelaku. Pihak korban dapat menyampaikan mengenai kerugian yang dideritanya dan pelaku pun diberi kesempatan untuk menebusnya, melalui mekanisme ganti rugi, perdamaian, kerja sosial, maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya. Kenapa hal ini menjadi penting? Karena proses pemidanaan konvensional tidak memberikan ruang kepada pihak yang terlibat dalam pelanggaran hukum pidana dalam hal ini pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana tersebut untuk berpartisipasi aktif melakukan mediasi/musyawarah dalam penyelesaian masalah mereka di luar pengadilan. Setiap indikasi tindak pidana, tanpa memperhitungkan eskalasi perbuatannya, akan terus digulirkan ke ranah penegakan hukum yang hanya menjadi jurisdiksi para penegak hukum. Partisipasi aktif dari masyarakat seakan tidak menjadi penting lagi, semuanya hanya bermuara pada putusan pemidanaan atau punishment (penjatuhan sanksi pidana) tanpa melihat adanya restorative justice yang telah dilakukan dan disepakati oleh para pihak.
Sudah saatnya falsafah Restorative Justice menjadi pertimbangan dalam sistem pelaksanaan hukum pidana dan dimasukkan ke dalam Peraturan Perundang-undangan Hukum Pidana (KUHP) baru, khususnya untuk delik pidana aduan (Klacht delict) agar penitik beratan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan perlakuan hukum terhadap pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana dapat tercapai dengan baik, tanpa harus selalu menggunakan sanksi pidana (hukuman penjara) dalam penyelesaian akhirnya. Karena efek jera sebagai tujuan akhir pemidanaan (hukuman penjara) pelaku tindak pidana sekarang ini sudah tidak lagi mencapai sasarannya sebagaimana yang diharapkan. Perlu adanya terobosan dalam pelaksanaan sistem pemidanaan di Indonesia, tidak saja mealalui hukuman penjara semata tapi juga melalui penerapan Restorative Justice.
👍🏻
BalasHapusDasar hukumnya adakah?
BalasHapusTerina kasih atas penjelasa nya ini sangat membantu dan menambah ilmu pengetahuan ttg dasar2 pebyelesaian perkara pidana
BalasHapus