Rabu, 04 September 2013

MALPRAKTIK MEDIS DAN PERTANGGUNG JAWABAN HUKUMNYA

Malpraktik Medis secara terminologi berasal dari bahasa Inggris yaitu, "medical malpractice" yang mengandung pengertian yaitu suatu tindakan ketidak hati-hatian dari seseorang dalam menjalankan profesinya di bidang medis (pengobatan dan perawatan pasien). Menurut Word Medical Association (1992), malpraktik medis didefinisikan sebagai: "Medical malpractice involves the physician's failure to conform to the standard of care for treatment of the patient's condition, or lack of skill of negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patient." (Malpraktik medis melibatkan kegagalan dokter, dokter gigi, para medis untuk memenuhi standar perawatan untuk pengobatan kondisi pasien, atau kurangnya keterampilan, kelalaian/kecerobohan dalam memberikan pengobatan/perawatan kepada pasien, yang merupakan penyebab langsung dari cidera/kematian pada pasien). Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 menyebutkan bahwa, "Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus memperoleh persetujuan". Pasal 45 ayat (2) Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 selanjutnya menyebutkan, "Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap". Selanjutnya Pasal 45 ayat (3) menyebutkan, "Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas sekurang-kurangnya mencakup: a. diagnosis dan tata cara tindakan medis, b. tujuan tindakan medis yang dilakukan, c. alternatif tindakan lain dan resikonya, d. resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Yang dimaksud dengan prognosis adalah kemungkinan akibat yang timbul terhadap pasien dari tindakan medis yang dilakukan. Pasal 45 ayat (4) menyebutkan, "Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas dapat dilakukan baik secara tertulis maupun lisan. Pasal 45 ayat (5) menyebutkan setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung resiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan kewajiban dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran antara lain:
  1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
  2. Merujuk pasien ke dokter atau ke dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
  3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
  4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya
  5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran selanjutnya menyebutkan hak dari pasien dalam menerima pelayanan medis pada praktik kedokteran antara lain meliputi:
  1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis;
  2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain (second opinion)
  3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
  4. Menolak tindakan medis
  5. Mendapatkan isi rekam medis (medical record)
Untuk mengetahui apakah dokter/dokter gigi dan para medis lainnya telah melakukan malpraktik atau tidak, dapat dilihat dari standar profesi masing-masing. Standar profesi merupakan batasan kemampuan yang meliputi pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill/performance) dan sikap profesionalitas (Professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu (dokter/dokter gigi, para medis) untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya kepada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesinya masing-masing. Menurut Leenen dan Lamintang, standar profesi kedokteran dan para medis itu harus mencakup antara lain:
  1. Berbuat secara teliti atau seksama dikaitkan dengan kelalaian (culpa) dan kecerobohan.
  2. Sesuai ukuran ilmu medik yang telah memperoleh pengakuan di kalangan profesi medis
  3. Kemampuan/kecakapan mengaplikasikan ilmu medis yang dikuasainya sesuai standar yang diakui di kalangan profesi.
Dokter. dokter gigi dan para medis yang tidak memenuhi standar profesi sebagaimana yang disebutkan di atas berarti telah melakukan suatu kesalahan/kecerobohan (malpraktik).
Perbuatan malpraktik yang terbukti dilakukan oleh dokter, dokter gigi maupun para medis mempunyai tanggung jawab hukum baik perdata maupun pidana. Pihak yang merasa dirugikan dengan terjadinya perbuatan malpraktik tersebut dapat melakukan penuntutan ganti rugi secara perdata berdasarkan pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) maupun tuntutan pidana berdasarkan Pasal 359, 360, dan 361 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana). Tuntutan perdata maupun pidana dapat saja dilakukan secara bersama-sama oleh pihak yang merasa dirugikan (pasien/ahli warisnya) atas perbuatan malpraktik tersebut. Dalam hal peristiwa malpraktik tersebut terjadi di rumah sakit, maka rumah sakit sebagai badan hukum yang dipersamakan dengan orang secara personal dapat dimintai pertanggung jawaban hukumnya secara perdata berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata yang menyebutkan, "Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan kepada orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut". Pasal 359 KUH Pidana menyebutkan, "Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun". Pasal 360 ayat (1) KUH Pidana menyebutkan, "Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun". Pasal 360 ayat (2) KUH Pidana menyebutkan, "Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa, sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu. diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana kurungan paling lama enam bulan". Pasal 361 KUH Pidana menyebutkan, "Jika kejahatan yang diterangkan dalam pasal 359 dan pasal 360 KUH Pidana tersebut di atas dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan". Pasal 361 KUH Pidana tersebut di atas menegaskan kejahatan yang dilakukan dalam suatu jabatan atau pencarian, hukuman pidananya dapat ditambah dengan sepertiganya dari maksimal ancaman hukuman yang telah ditetapkan, dan dapat pula dikenakan hukuman tambahan berupa pencabutan izin berpraktek sebagai seorang dokter, dokter gigi atau para medis lainnya, serta keputusan hakim atas pencabutan izin praktek tersebut diumumkan ke publik (masyarakat luas) dengan tujuan dapat diketahui oleh umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar