Marthen Boiliu (39) akhirnya memenangkan gugatannya terhadap Pasal 96
Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di Mahkamah
Konstitusi (MK). Satpam tersebut seorang diri menggugat negara berkat
inspirasi yang diperolehnya dari pengalaman Yusril Ihza Mahendra,
seorang pengacara yang selama ini berhasil memenangkan banyak perkara di
MK.
"Saya sering baca perkara yang ditangani Prof Yusril dan
putusan-putusan perkaranya," ujar Marthen di kediamannya, Jalan Wibawa
Mukti RT 01 RW 18, Kelurahan Jatimekar, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi,
Sabtu (21/9/2013).
Pria kelahiran Kupang, 11 November 1974, ini pun kagum kepada
Yusril. Menurutnya, sosok Yusril merupakan pengacara sekaligus ahli
hukum tata negara yang cerdas. Bagi Marten, tulisan-tulisan Yusril dalam
bentuk buku atau jurnal menjadi masukan yang berharga.
"Saya baca semua tulisan Pak Yusril dan buku-buku lainnya saat ada kesempatan atau waktu lowong," kata Marthen.
Selain tulisan Yusril, suami dari Ester Fransiska (38) tahun ini
mengaku mendapat angin segar dari pakar hukum tata negara, Margarito
Kamis dan A Masyhur Effendi. Keduanya membantunya secara sukarela dengan
memberikan keterangan sebagai ahli dalam persidangan.
"Pendapat hukum Pak Margarito tajam, lalu Prof Masyhur juga. Saya
sangat berterima kasih kepada beliau-beliau ini yang secara sukarela
mau membantu saya," ucap Marthen.
MK mengabulkan permohonan Marthen Boiliu, eks petugas satpam PT Sandhy Putra Makmur, yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak 2 Juli 2009. Marthen bekerja sejak 15 Mei 2002.
Atas PHK tersebut, Marthen belum menerima pembayaran uang
pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian hak dari perusahaan
tempatnya bekerja. Padahal, pesangon dan hak lain itu diatur dalam Pasal
163 Ayat (2) juncto Pasal 156 Ayat (2), (3), dan (4) UU Ketenagakerjaan.
Marthen baru mengajukan tuntutan pembayaran uang pesangon,
penghargaan, dan penggantian hak itu pada Juni 2012. Akan tetapi,
ketentuan Pasal 96 UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa pesangon
hanya bisa dituntut dua tahun setelah PHK mengakibatkan Marthen tidak
dapat mengajukan tuntutan.
Dalam pertimbangannya, MK menyebutkan, hak pemohon untuk menuntut
upah merupakan hak yang timbul karena pemohon melakukan pengorbanan
berupa adanya prestasi kerja. Sama halnya dengan perlakuan terhadap hak
kepemilikan terhadap benda, hak tersebut perlu dilindungi hingga si
pemilik hak menyatakan melepaskan haknya.
Atas putusan tersebut, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Menurut Hamdan, MK tidak dapat membatalkan pasal tersebut secara
keseluruhan. Perundingan antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah pun
didorong untuk memperoleh titik temu, termasuk soal upah.
Sumber : KOMPAS.Com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar