Rabu, 25 September 2013

MENCARI PEMIMPIN BERINTEGERITAS DALAM PILPRES 2014

Krisis kepemimpinan selalu menjadi isu yang tak pernah habis dibicarakan selama periode pasca reformasi. Lengsernya rezim Orde Baru rupanya tak mampu diimbangi dengan kemampuan negeri ini memunculkan pemimpin-pemimpin baru yang berkarakter kuat.

Hingga hari ini kita masih saja defisit pemimpin-pemimpin autentik dan berintegritas tinggi. Sebaliknya, kita surplus pemimpin-pemimpin lemah berwatak oportunis yang selalu bersembunyi di balik kedok pencitraan, yang lebih menekankan impresi ketimbang visi. 

Kita juga kelebihan pemimpin yang bermuka lembut, tetapi bermental korup. Artinya, harus diakui, Indonesia memang sedang mengala­mi krisis kepemimpinan yang luar biasa, termasuk jika kita berbicara tentang pemimpin tertinggi Repu­blik ini, yaitu presiden.

Karena itu, menjadi wajar bila menjelang Pemilu 2014 muncul wacana perlunya uji integritas bagi calon presiden (capres) yang akan berlaga di pemilihan presiden 2014 mendatang.

KPK bahkan mengusulkan kepada KPU untuk menggelar tes integritas bagi calon presiden sebagai salah satu syarat menjadi kandidat.

Menurut KPK, pemimpin yang kuat, yang tidak gemar korupsi, mesti dihasilkan sejak proses tahapan pemilu dilakukan. Tes integritas diharapkan menjadi salah satu filter untuk menghasilkan pemimpin yang punya komitmen pada pemberantasan korupsi serta menjunjung tinggi martabat diri.

Memang, dari sisi teknis pengujian masih bisa diperdebatkan karena akan sulit bagi KPU menentukan tolok ukur uji integritas tersebut.

Namun, semangat untuk menghasilkan kepemimpinan berintegritas dari komponen-komponen bangsa itulah yang sesungguhnya patut kita dukung.

Publik sudah bosan dijejali kelakuan pemimpin-pemimpin karbitan yang hanya pandai beretorika, berorasi, tapi tak cakap melempar karya nyata. Mereka rindu pemimpin yang autentik tanpa polesan dan kosmetik untuk menutupi keburukannya, pro rakyat dalam setiap kebijakan yang diputuskannya dan mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk seluruh rakyatnya. Model kepemimpinan yang mengandalkan pencitraan, dan hanya pintar berteori dengan orasi-orasi yang memikat, sudah saatnya lengser dari hati dan pikiran seluruh rakyat. Yang dibutuhkan rakyat sekarang adalah seorang pemimpin praktek yang jujur, amanah, sederhana namun cerdas dan kreatif dalam mengaplikasikan program-programya semata-mata demi kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat.

Adanya uji integritas setidaknya bakal meminimalkan polesan-polesan itu sedari awal. Uji integritas akan membuka seterang-terangnya watak calon pemimpin.

Ibarat kata, capres harus menjadi buku yang terbuka untuk ditelaah siapa pun. Mereka tak bisa lagi bersembunyi di balik topeng apa pun, tak terkecuali melalui jalan pintas pencitraan.

Namun, menguji integritas calon presiden mestinya juga tidak hanya dibebankan kepada KPU. Proses pengujian di KPU--kalau uji integritas tersebut nantinya jadi dilaksanakan--hanya alat untuk menyeleksi dalam tahap rekrutmen calon presiden.

Selanjutnya menjadi tugas rakyat untuk memastikan pemimpin-pemimpin yang akan mereka pilih nanti betul-betul orang yang bersih, jujur, berani, dan konsisten. Sekaligus menjadi kewajiban rakyat juga untuk menendang sejauh-jauhnya pemimpin yang tidak memiliki integritas dan hanya memikirkan kepentingan sendiri dan golongannya.

Teramat sayang bila reformasi yang telah berhasil melahirkan pemimpin secara demokratis ternyata tak pernah mampu menciptakan pemimpin berintegritas.


Sumber:  Metronews.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar