Kamis, 29 Agustus 2013

TERMINASI DAN REPUDIASI DALAM HUKUM KONTRAK (PERJANJIAN)

Terminasi dalam suatu hukum kontrak (perjanjian) mempunyai pengertian yaitu suatu pemutusan/ pengakhiran dari suatu kontrak (perjanjian) yang telah disepakati dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. Yang menjadi permasalahan adalah apakah pemutusan/pengakhiran kontrak (perjanjian) tersebut dinyatakan dengan tegas dan ditetapkan prosedur/cara-cara pengakhiran kontrak (perjanjian) itu dalam klausul kontrak (perjanjian) yang telah disepakati sebelumnya oleh para pihak yang membuatnya dengan mengingat Pasal 1266 KUH Perdata. Pasal 1266 KUH Perdata menyebutkan, "Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal yang demikian, persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan itu juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan dalam perjanjian". Sebelum dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak kepada hakim, terlebih dahulu harus dilakukan somatie (peringatan) tertulis kepada pihak yang tidak memenuhi prestasinya. Somatie (peringatan) tertulis tersebut wajib dilakukan oleh pihak yang menuntut pemenuhan prestasi dari pihak yang tidak memenuhi prestasi (wanprestasi) sebanyak tiga kali. Bila tidak diindahkan setelah tiga kali somatie (peringatan) tertulis disampaikan, maka pihak yang menuntut pemenuhan prestasi tersebut dapat memintakan pembatalan kontrak (perjanjian) kepada hakim melalui sidang pengadilan sesuai prosedur hukum yang berlaku di bidang hukum acara perdata. Hal ini sesuai dengan prinsip KUH Perdata yaitu ingebrekestelling atau perbuatan lalai dari pihak yang berutang dalam memenuhi prestasinya sesuai Pasal 1338 KUH Perdata. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan bahwa, "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya", sedangkan Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata menyebutkan,"Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu". Bila dikaji Pasal 1338 ayat (2) tersebut di atas maka pada prinsipnya suatu kontrak (perjanjian) kalau sudah disepakati dan ditandatangani oleh para pihak, tidak dapat ditarik kembali/diputuskan/dibatalkan, kecuali bila syarat tertentu terpenuhi yaitu kontrak (perjanjian) tersebut dibatalkan oleh semua pihak yang terlibat dalam kontrak (perjanjian) itu berdasarkan alasan yang diatur oleh undang-undang. Dalam praktek pelaksanaan kontrak (perjanjian), sering ada klausul yang dicantumkan dalam kontrak (perjanjian) yang mengenyampingkan Pasal 1266 KUH Perdata, yang artinya kontrak (perjanjian) dapat diputuskan/diakhiri/dibatalkan sendiri oleh salah satu pihak tanpa campur tangan pengadilan (exeption non adimpleti contractus). Jika klausul syarat batal tidak dicantumkan dalam kontrak (perjanjian), maka hakim leluasa memutuskan dan tidak boleh lebih dari jangka waktu 1 (satu) bulan. Akibat hukum dari terminasi kontrak (perjanjian) adalah: 1. timbul kewajiban untuk melakukan restorasi-pengembalian manfaat dari pihak yang dirugikan, 2. berlaku secara ex tunc atau ex nunc (apakah kontrak (perjanjian) dikembalikan kepada keadaan semula, yaitu mempunyai efek retrospektif, kontrak (perjanjian dianggap tidak ada, atau kontrak (perjanjian) hanya membebaskan para pihak untuk melaksanakan kewajibannya untuk masa setelah wanprestasi, sedangkan apa yang dilakukan sebelum wanprestasi tetap dianggap sah). Disebut dengan istilah efek ex nunc yakni mempunyai efek yang prospektif. Berbagai negara melakukan hal yang berbeda. 3. Akibat terhadap hak untuk mendapatkan ganti rugi-pihak yang dirugikan karena wanprestasi dari pihak lain, maka pihak yang dirugikan tersebut dapat memutuskan kontrak (perjanjian) tersebut.
Repudiasi mengandung arti manifestasi atau pernyataan mengenai ketidaksediaan atau ketidakmampuan untuk melaksanakan kontrak (perjanjian) yang sebelumnya telah disepakati dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya, dimana pernyataan tersebut disampaikan oleh pihak yang bersangkutan kepada pihak secara tertulis sebelum tiba waktu melaksanakan kontrak (perjanjian) tersebut. Hal ini dikenal dengan istilah Repudiasi Anticipatory. Apabila repudiasi tersebut disampaikan setelah kontrak (perjanjian) dilaksanakan disebut dengan istilah Repudiasi biasa (ordinary). Konsekuensi yuridis dari repudiasi adalah: 1. dapat menunda atau bahkan membebaskan pihak lain dari kewajibannya melaksanakan prestasi dalam kontrak (perjanjian) tersebut 2. memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk menuntut ganti rugi, walaupun pihak yang melakukan repudiasi belum jatuh tempo untuk melaksanakan kewajibannya berdasarkan kontrak (perjanjian). Perwujudan tindakan repudiasi dilakukan dengan cara: 1. dinyatakan dengan tegas 2. disimpulkan dari fakta bahwa salah satu pihak telah tidak akan melakukan kewajibannya dalam kontrak (perjanjian). Repudiasi masih dapat dibatalkan oleh pihak yang menyampaikannya sampai dengan batas waktu, 1. pihak yang dirugikan telah menuntut ganti rugi ke pengadilan 2. Pihak yang dirugikan telah mengubah posisinya secara signifikan karena adanya kontrak (perjanjian) tersebut 3,. Pihak yang dirugikan telah menyatakan bahwa dia menganggap bahwa repudiasi tersebut telah final.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar