Sabtu, 17 Agustus 2013

HUKUM PERKAWINAN DAN PERCERAIAN INDONESIA (1)


Menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan (UUP) Nomor 1 Tahun 1974 Perkawinan ialah, "ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 2 ayat (1) dan (2) UUP). UUP menganut asas monogami relatif yang artinya pada dasarnya seorang suami hanya boleh memiliki seorang istri, namun pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. (Pasal 3 ayat (1) dan (2) UUP). Permohonan untuk beristeri lebih dari seorang wajib diajukan oleh seorang suami secara tertulis kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya (Pasal 4 ayat (1) UUP). Pengadilan hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang dengan alasan: a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan (Pasal 4 ayat (2) UUP). Untuk dapat mengajukan permohonan  kepada pengadlan beristeri lebih dari seorang, maka harus dipenuhi syarat-syarat yaitu: a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri, b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka, c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka (Pasal 5 ayat (1) UUP). Persetujuan dari isteri/isteri-isteri tidak diperlukan bagi seorng suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isteri/isteri-isterinya selama sekurang-kurangnya dua tahun atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan (Pasal 5 ayat (2) UUP). Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 UUP sebagaimana yang telah diuraikan di atas (Pasal 9 UUP). Apabila suami dan isteri yang telah bercerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak boleh lagi dilangsungkan perkawinan, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tdak menentukan lain (Pasal 10 UUP). (BERSAMBUNG)..........!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar