Sabtu, 31 Agustus 2013

SEANDAINYA TUAN AMANAH

Jika tuan paham esok atau lusa maut pasti datang menjemput, takkan amanah malah dimanipulasi, apalagi dikebiri dan dijadikan rekomendasi untuk mengkhianati ratusan juta anak negeri yang telah berkorban menjaga ibu pertiwi. Jika tuan sadar mengapa tahta harus diduduki, dokumen penting wajib selalu ditandatangani, rapat EKUIN dan Pembangunan harus dicatat dan diagendakan untuk dilaksanakan dengan baik dan benar serta untuk dijadikan bahan evaluasi sebagai tolok ukur keberhasilan, tak akan banyak pemulung, pengemis, anak-anak jalanan dan gelandangan yang berkeliaran di seantero negeri. Karena tujuan pembangunan berbiaya triliunan rupiah itu bukan menciptakan kemiskinan, tapi konkrit kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh anak negeri. Dimanakah kesejahteraan dan kemakmuran itu tuan sembunyikan, jika memang pembangunan itu tuan klaim berhasil. Tidak malukah tuan, tidak teririskah hati tuan melihat jutaan anak negeri masih tidur di rumah-rumah kardus dan di kolong-kolong jembatan, dan tak jarang dikejar-kejar para petugas yang hanya dibekali pentungan dan tidak pernah dinaungi dengan rasa welas asih. Padahal mereka juga lahir dari rahim yang sama dengan tuan, rahim ibu pertiwi. Gaya orasi tuan yang begitu menawan dan meyakinkan dengan kosa kata terstruktur indah dan intelektual, menggembar-gemborkan keberhasilan pembangunan yang tuan dan rezim tuan laksanakan, begitu merdu terdengar, namun pahit terasa dan ternyata kebanyakan hanya isapan jempol belaka.
Tuan, mari kita kaji satu persatu: Mengapa harga bawang, cabe, beras dan kedelai bisa dengan mudah mencapai langit? Bagaimana mungkin harga daging sapi yang sudah diimport agar menjadi murah, malah semakin melambung ke luar angkasa? Bukankah negeri ini subur, gemah ripah loh jinawi dan dikenal sebagai negerinya pak tani? Bila kami sudah tak bisa lagi makan daging sapi karena tak terjangkau lagi harganya, ya sudahlah, gak apa-apa tuan, kami pun tahu diri. Namun kalau tempe dan tahu pun tak bisa juga lagi kami cicipi, ini sudah keterlaluan tuan. Apakah kami sudah tidak berhak lagi menikmati secuilpun kenikmatan di tanah leluhur kami? Apakah hanya tuan dan kroni-kroni tuan yang berhak pesta pora menikmati milyaran bahkan triliunan rupiah yang keluar dari dompet ibu pertiwi, yang juga adalah ibu kami? Tuan biarkan kami makan nasi aking, tiwul, gaplek dan sejenisnya yang sebenarnya tak layak untuk dimakan.Tahukah tuan biaya pendidikan di negeri ini masih tetap tergantung di awang-awang sehingga sangat sulit dijangkau oleh mayoritas anak negeri? Tuan lihatkah dengan mata kepala tuan sendiri bahwa kaum marjinal di negeri ini selalu diperlakukan semena-mena di semua lini kehidupannya? Maut sudah jadi sahabat kental kaum terpinggirkan itu. Bila mereka sakit, dilempar kesana kemari, dibuat sejuta alasan untuk menolaknya, yang pada akhirnya bukannya sembuh malah mati. Mengerikan sekali. Bagaimana cara tuan menghitung jumlah kaum miskin di negeri ini, sehingga hanya menghasilkan angka jutaan orang yang berhak menerima BLSM? Padahal tuan sebenarnya tahu pasti jumlah kaum miskin di negeri ini mencapai angka puluhan juta orang. Kenapa harus diperkecil angka kaum miskin itu tuan? Supaya tuan dipandang berhasil mengentaskan kemiskinan ya? Maaf tuan, kami tidak bodoh, juga tidak bisa tuan bodohi. Kami juga tahu matematika tuan. Kami tak butuh omong kosong, yang kami lihat adalah kenyataan. Apa kabarnya Century tuan? Super power mana yang mampu menggelontorkan dananya hingga triliunan rupiah sehingga begitu mulus dan lancar? Aaaahhh.....hanya Tuhan yang tahu itu. Semoga suatu hari nanti kebenaran akan bersaksi yang sebenar-benarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Saya bermimpi seandainya tuan amanah di sisa waktu tuan menduduki kursi singgasana itu, mungkin seperseratus dari angan-angan saya terhadap keadaan negeri yang lebih baik dari sekarang ini akan terealisasikan. Aaaaaaahhhhh.....saya memang pemimpi besar tuan.......!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar