Minggu, 18 Agustus 2013

HUKUM PERKAWINAN DAN PERCERAIAN INDONESIA (2)


Pasal 19 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang     Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan : a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan, b. salah satu pihak meninggalkan pihak lain  selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung, d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain, e. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri, f. antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Pasal 20 ayat (1) PP 9 1975 menyebutkan, "Gugatan perceraian diajukan suami atau isteri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat". Pasal 20 ayat (2) PP 9 1975 menyebutkan, "Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan tempat kediaman penggugat". Pasal 20 ayat (3) PP 9 1975 menyebutkan, "Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan tempat kediaman penggugat. Ketua pengadilan menyampaikan permohonan gugatan tersebut kepada tergugat melalui perwakilan Republik Indonesia setempat.Gugatan perceraian karena alasan yang disebutkan dlm Pasal 19 huruf b di atas diajukan ke pengadilan di tempat kediaman penggugat. Gugatan tersebut dapat diajukan setelah lampau dua tahun terhitung sejak tanggal tergugat meninggalkan rumah. Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama (Pasal 21 ayat (1), (2) dan (3) PP Nomor 9 Tahun 1975). Gugatan perceraian karena alasan yang tersebut pada Pasal 19 huruf f PP Nomor 9 Tahun 1975 di atas diajukan kepada pengadilan di empat kediaman tergugat (Pasal 22 ayat (1) PP Nomor 9 Tahun 1975). Gugatan perceraian karena alasan sebagaimana tersebut pada Pasal 19 huruf c PP Nomor 9 Tahun 1975, untuk mendapatkan putusan perceraian sebgai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutuskan perkara yang disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itutelah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Pasal 23 PP Nomor 9 Tahun 1975). Pasal 25 PP Nomor 9 Tahun 1975 menyebutkan, "Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri meninggal sebelum adanya putusan pengadilan mengenai gugatan perceraian itu. Pasal 39 PP Nomor 9 Tahun 1975 menyebutkan, "Masa tunggu bagi seorang janda adalah: a. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tigapuluh) hari, b. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan tiga kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 hari, c. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan. Pasal 39 ayat (2) PP Nomor 9 Tahun 1975 menyebutkan, "Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian, sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin. Pasal 39 ayat (3) PP Nomor 9 Tahun 1975 menyebutkan, "Bagi perkawinan yang putus karena perceraian waktu tunggu dihitung sejak keputusan perceraian oleh pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan perkawinan yang putus karena kematian, waktu tunggu dihitung sejak tanggal kematian suami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar