Senin, 14 Oktober 2013

Artikel Lentera: HAKEKAT QURBAN

Kata qurban berasal dari bahasa Arab yang merupakan kata benda/barang (noun) dari kata : qarraba/qaruba (fi’il madhi)–yuqarribu (fi’il mudhari’)-qurban wa qurbaanan (mashdar) yang  artinya kedekatan mendekati atau menghampiri, kecintaan, kemesraan. Dalam al-Qur'an istilah qurban misalnya secara eksplisit disebut dalam surat al-Maidah:27
Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Kabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Kabil). Ia berkata (Kabil): "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".(al-Maidah :27).
Menurut istilah, kata qurban mengandung pengertian segala sesuatu yang dilakukan/dilaksanakan oleh manusia dalam ikhtiarnya untuk mendekatkan diri kepada Allah. "Qurban" hakekatnya dilakukan atas dasar cinta, loyalitas, ketaqwaan, kemesraan, dan kepatuhan yang tulus dan ikhlas dari seorang hamba kepada Sang Khalik. Tanpa dasar cinta, loyalitas, ketaqwaan, kemesraan dan kepatuhan yang tulus dan ikhlas, pelaksanaan qurban yang dilakukan seorang hamba akan berakhir dengan sia-sia tanpa makna, sebesar dan semahal apapun qurban yang telah dilakukannya. Dalam Alquran Surat al-Hajj dinyatakan bahwa, "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya" (al-Hajj:37). 
Peristiwa pengujian kadar keimanan dan ketaqwaan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim As, yang memerintahkannya untuk menyembelih putra yang amat dikasihi dan dicintainya Ismail, merupakan ujian kadar keimanan dan ketaqwaan Sang khalik kepada hambanya. Hanya manusia yang punya kadar keimanan dan ketaqwaan sangat kuat kepada Allah yang mampu melewati ujian tersebut. Karena kekuatan iman dan taqwa itu pula akhirnya Allah memerintahkan Ibrahim As untuk menggantikan Ismail sebagai qurban dengan hewan qurban berupa seekor kambing biri-biri.
Qurban itu bukan semata-mata tentang penyembelihan lembu, kambing (hewan qurban) tetapi sejatinya adalah “penyembelihan” sifat-sifat negatif dalam diri seorang manusia yang dapat berupa kecintaan yang berlebihan terhadap sesuatu selain Allah, keberpihakan kita kepada berhala-berhala selain Allah seperti kebanggaan terhadap diri sendiri (narsisme),Uang, kekayaan, jabatan, kekuasaan, status, golongan, bahkan Agama.
Qurban adalah simbol penyerahan diri manusia secara utuh kepada Sang Khalik, sekalipun dalam bentuk pengurbanan dari sesuatu yang paling dia kasihi dan cintai di dunia ini.
Tidak sedikit dari kita selalu merasa diri yang paling benar, paling “alim” paling bertaqwa. Tidak sedikit kita melihat orang berlomba-lomba bahkan justru bangga  mengatakan “Saya sudah menyiapkan sejumlah uang yang cukup besar untuk anak saya supaya bisa lolos masuk ke Universitas atau Instansi Favorite nya".Atau sering kali kita melihat di masyarakat ada justifikasi terhadap orang/kelompok lain yang tak sejalan atau berbeda pandangannya dengan dirinya/kelompoknya dengan stigma sesat dan halal diperangi bahkan dimusnahkan.
Jadi sebenarnya yang paling utama adalah ketaqwaan manusia kepada sang Khalik nya yang harus berada di atas segalanya, bukan berapa banyak dan mahal hewan qurban yang telah kita sembelih. Salah satu wujud taqwa itu adalah melepaskan kecintaan berlebihan, keberpihakkan “attachment” yang kita bangga-banggakan yang berdampak pada penurunan kadar dan kualitas ketaqwaan dan keimanan kita kepada Allah, Tuhan Yang maha Esa.
Selamat Idul Adha, dan selamat melaksanakan Qurban, yang semata-mata hanya demi peningkatan kadar ketaqwaan dan keimanan kita kepada Sang Khalik, Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa. Amin.


Catatan Redaksi Lentera.Com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar